“AAAAAH UDAH JAM 5!!!!” Teriakku sambil memukul-mukul tata
dengan pelan. Tata terbangun dengan kaget dan dengan bingung. “Kenapa Rat?!”
kata Tata dengan bingung. “Gw kan janjian sama Alev jam 4 mau ambil sunrise”
kataku menjawab pertanyaan Tata. Aku memang sudah berjanji dengan Alevko dan
Aza untuk mengambil footage sunrise di belakang rumah. Dan bodohnya aku, aku
sudah bangun jam 2, tetapi aku menunda waktu untuk membangunkan Tata, karena
aku melihat Tata tidur dengan sangat lelap. Jadi aku merasa kasihan untuk
membangunkan Tata. Tapi jam 2.30, aku memutuskan untuk istirahat kembali supaya
nanti pas shooting tidak ngantuk, tapi malah keterusan sampai jam 5!
Tepat jam 5 itu, aku langsung mengambil perlengkapan camera,
tripod, dan langsung keluar kamar. Untungnya Ibu sudah bangun, jadi kami bisa
pamit. Aku, Syifa, dan Tata, bergegas ke belakang rumah, dan melihat sudah ada
Alevko, Vyel, Kaysan, dan Naufal yang sarapan di belakang rumah mereka. Karena
juga ada Kak Lini disitu, kami mentoring sebentar untuk persiapan mengerjakan
output hari ini.
Jadwal hari ini adalah mewawancarai bapak (untuk output),
menggali kehidupan keluarga Pak Sahroni (bapak inangku) lebih dalam, dan ikut
melaut bapak (untuk output).
Setelah kami mengobrol dengan Kak Lini, kami beranjak pulang
untuk sarapan dan siap-siap mengerjakan output. Aku dan Tata memiliki jadwal
yang sama hari ketiga ini, tapi berbeda dengan Syifa. Pagi itu, Syifa pergi ke
rumah inangnya Yudhis, Aza, dan Ziel, bersama Pak Sahroni untuk kebutuhan
outputnya. Sementara aku dan Tata dirumah mengobrol dengan Bu Jejah. Ternyata
Bu Jejah memiliki 4 anak dengan usia yang beraneka ragam. Yang paling menarik
dari kehidupan Bu Jejah, menurutku adalah untuk membangun rumah yang Ia
tinggali saat ini, butuh perjuangan yang sangat besar. Ibu dan Pak Sahroni
menabung sekian lama untuk membangun rumah ini, dan akhirnya setelah menabung,
Ibu dan Bapak dapat mewujudkan impian besar mereka.
Ibu dulu sempat berjualan di sekolah, tapi sekarang sudah
tidak. Bapak kurang setuju jikalau Ibu bekerja juga, jadi sekarang, pekerjaan
Ibu Jejah adalah menjadi seorang ibu rumah tangga yang sangat bahagia. Ibu
bilang, “saya sangat menikmati pekerjaan saya sebagai ibu rumah tangga, bisa
bersama anak-anak saya terus, bisa memasak makanan-makanan untuk mereka, yah
pokoknya saya senang menjadi ibu rumah tangga”. Dari informasi yang aku terima
dari Ibu, anak pertama dari Bu Jejah dan Pak Sahroni sedikit susah berbicara.
Walaupun sudah umur 20-an, tetapi sedikit susah berbicara.
Aku sangat salut kepada Ibu dan Bapak karena dengan sabar,
mereka mendidik, membimbing, dan mereka sangat sayang kepadanya. Sampai
sekarang, anak pertamanya masih tinggal bersama Bapak dan Ibu.
Aku, Tata, dan Bu Jejah, sudah membicarakan tentang banyak
sekali hal, tapi Syifa dan Pak Sahroni belum datang pula! Kami bingung, karena
hari sudah mulai siang dan kalau melaut siang-siang, ikan di laut kurang
banyak. Aku mendapatkan informasi ini dari Pak Sahroni yang waktu itu sempat
bercerita tentang pekerjaannya. Kami menunggu, menunggu, menunggu, dan
menunggu, tapi tetap saja. Syifa tak kunjung datang!!!
Perjalanan dari rumah Yudhis sampai rumahku tidak dekat,
jadi melelahkan menurut kami yang sudah menunggu lama. Ketika sampai rumah
kami, kami melihat Syifa, Bapak, dan Ibu sedang duduk di halaman depan. Syifa
melihatku dan langsung tersenyum “Kamu ngapain jemput aku” Tanya Syifa yang
hanya aku jawab dengan “lu lama”.
Bapak menyuruh kami siap-siap untuk berangkat melaut, karena
sudah jam 9.00, dan kami masih kelelahan habis berjalan ke rumah Yudhis. Aku
sudah menyiapkan semua perlengkapan output tadi saat menunggu Syifa, jadi aku
ke kamar, mengambil tas, lalu aku siap untuk melaut! Ibu menyiapkan bekal makan
kami, sementara aku dan Tata membujuk Syifa untuk ikut melaut bersama kami.
Tapi selalu ditolak oleh Syifa karena katanya Ia masih mau mewawancarai orang
di Pulau Harapan. Tak lama kemudian, Ibu mengeluarkan Tupperware milik Tata,
dan kami siap berangkat menjelajahi pulau bersama Pak Sahroni!!!

Kami melahap makanan kami yang enak, sambil memberi makan
ikan-ikan dilaut juga. Setelah makan, aku meminta izin untuk mewawancarai Pak
Sahroni. Wawancara berjalanan dengan lancar karena cara bapak menerangkan
sesuatu, sangat mudah dipahami. Setelah wawancara, kami diperbolehkan turun
dari kapal, dan mengekslor Pulau Sepak.
Pulau Sepak adalah pulau yang banyak pohonnya, dan banyak
bulu babinya. Aku dan Tata bermain-main di air sambil bercanda-canda sampai
kelelahan dan akhirnya kami duduk di kursi dekat pohon yang rimbun. Ketika
sedang mengobrol, aku melihat ada seekor binatang. Aku belum sadar dengan apa
yang aku lihat. Tetapi ketika sadar, ternyata binatang itu adalah seekor biawak!!
Dengan cepat, aku melompat dari kursi, membuka tutup lensaku, dan langsung
memotret biawak itu sebanyak-banyaknya. Kami sempat mencari biawak ke tempat
pembuangan sampah, tapi sayangnya, tempat pembuangan sampah digerbang dan yang
boleh masuk hanya yang punya urusan penting.
Karena sudah mulai sore, kami mulai perjalanan kami lagi ke
perairan Pulau Belanda, untuk memancing. Ternyata kami mendapatkan ikan yang
lumayan banyak, jadi pada hari itu, kami
bahagia karena mendapatkan ikan yang banyak. Kami memancing di perairan yang berbeda-beda
dan mendapatkan ikan yang bermacam-macam. Sampai, kami memutuskan untuk pergi
ke Pulau Bulat untuk melihat-lihat. Wah, ternyata bagus ya Pulau Bulat, kami
dijelaskan bahwa Presiden kedua Republik Indonesia, Pak Harto, pernah tinggal
disini.
Malam itu, kami pergi ke rumah mentor untuk menulis refleksi
dan diberi jadwal pulang untuk besok. Ya, kami mengakhiri malam kami dengan
packing barang-barang kami untuk besok. Hiks, selamat tinggal Pulau Harapan :(
Komentar
Posting Komentar