Sedikit Informasi: Desa Karanggondang
Penuh dengan penduduk yang saling mengenal satu dengan yang
lainnya, desa ini menjadi salah satu desa yang asri dan indah. Penduduk Desa
Karanggondang selalu ramah kepada orang asing yang mengunjungi tempat tersebut.
Dan yang menjadi hal unik mengenai desa ini adalah, hampir semua orang di Desa
Karanggondang, masih memiliki ikatan darah. Mereka semua adalah kerabat. Jadi
jikalau berpapasan dengan orang di jalan, mereka pasti mengenal satu dengan
lainnya.
Pemerintah sering kali melirik desa yang memiliki 6 RT dalam
1 RW ini. Karanggondang sering mendapat bantuan seperti sembako, Kartu
Indonesia Pintar, BPJS, bahkan PLN sudah masuk ke pelosok. Walaupun PLN sudah
tersedia, biasanya mereka juga masih menggunakan turbin untuk jaga-jaga.
Untungnya sampai sekarang, belum banyak penduduk yang mengeluhkan PLN, sebab
listriknya selalu nyala sementara sebaliknya jika menggunakan turbin.
Kebanyakan penduduk laki-laki dari Desa Karanggondang ini
bekerja sebagai tukang/kuli bangunan (di luar kota) dan petani (di desa),
sementara penduduk perempuannya ada beberapa yang bekerja sebagai asisten rumah
tangga (di luar kota) dan petani (di desa). Kebanyakan dari mereka juga
memiliki ternah ayam atau kambing, oleh karena itu kebiasaan pagi para penduduk
pastinya adalah mengarit rumput untuk makan ternak.
Dadaah ibuu
Alunan adzan subuh pagi itu membangunkanku dari mimpi indah.
Mengingat hari ini adalah hari pindahan, aku harus cepat-cepat beranjak dan
mulai bersiap serta packing ulang. Seperti biasa, aku ditinggal Anja di kamar
sendiri, dan repot packing ulang baju-baju serta perlengkapan kameraku di dalam
gelap. Dan setelah semua selesai, aku mulai beranjak dan pergi menghampiri ibu
yang sedang menggoreng tempe mendoan.
Basa basi pagi itu tidak terlalu basi, sebab aku sudah
merasa nyaman di rumah Nur dan merasa dekat dengan ibu, jadi aku meminta untuk
diajari memasak tempe mendoan (padahal benar-benar sangat mudah, aku hanya
tidak bisa memasak apapun wkwk). Tak lama setelah aku mencoba memasak tempe dan
martabak mie khas Nur, Anja akhirnya keluar dari kamar mandi dengan rambut
dililit handuk.
Ibu bergegas menuang air panas ke ember di toilet dari panci
besar. Aku kira air terebut adalah untuk Nur mandi pagi, ternyata setelah ibu
kembali dari toilet, ibu menyuruhku untuk cepat-cepat bersiap untuk mandi,
takut airnya cepat dingin. Owalah ternyata untukku toh?
…
Semua tas sudah siap, waktunya sarapan! Sepertinya sudah
kebiasaan ibu dan keluarga, untuk sarapan dengan berbagai macam lauk. Pagi itu
kami sarapan dengan kangkung, tempe mendoan, dan martabak mie bikinan Nur. Aku
sangat terkesan dengan martabak mie ini. Sepertinya menu ini adalah salah satu
masakan yang akan kucoba bikin dirumah, dan pasti adik-adik akan sangat
menyukainya.
Setelah makan, kami berpamitan dengan ibu yang sudah
menggunakan baju yang biasa ia gunakan untuk mengarit rumput. Makanku cukup
lahap pagi itu, dan membuatku menjadi bertenaga saat melewati tanjakan menuju
sekolah.
Baju masih banyak
Pagi itu ketika akhirnya kami sampai di sekolah, aku
langsung duduk di kursi kantor, dan berbincang sebentar dengan Kang Is yang
sudah kembali setelah pengamatan burung di Solo. Kaysan juga sudah datang dan
ikut berbincang dengan kami. Ditengah pembicaraan kami, Anja keluar dari kamar
sambil membawa baju kotornya dan pergi menuju kamar mandi yang terletak di
dekat dapur.
Dan karena aku sedang baik, aku mengekorinya sampai toilet.
Ternyata ia mau mencuci bajunya. Aku langsung teringat dengan baju-baju kotorku
tapi kemudian ingat juga dengan baju bersihku yang masih berlimpah. Sehingga
aku memutuskan untuk hanya membantu Anja tanpa mencemplungkan baju-baju kotor
milikku.
Ada juga life hack untuk para pembaca jurnalku ini. Jadi
yang pertama adalah jangan terlalu sering mengganti baju, celana, dan
segala-galanya. Walaupun mandi, gunakanlah baju yang sudah digunakan
tadi/kemarin. Kalau basah karena berkeringat, ingat ini sangat penting! Jemur
saja pakaiannya, aku jamin akan kering walau sedikit penguk. Kalau tidak kuat
dengan bau penguk? Pakai parfum! Kalau tidak punya parfum? Pinjam parfum milik
temanmu! Kalau temanmu tidak mau meminjamkan? Ganti teman! Simpel sebetulnya,
hanya saja banyak manusia yang memilik jalur ribet dengan mencuci pakaiannya.
Sepertinya Anja tidak menerapkan life hack milikku yang
sudah aku jelaskan kepadanya beberapa kali. Makanya itu dia harus ribet-ribet
nyuci baju di pagi hari yang seharusnya dihabiskan untuk quality time dengan
teman. Nah ini malah quality time sama baju dan detergent.
Evaluasi dengan Kang Is
Hari itu kelompok kami belajar tentang UUD 1945 dan hak
serta kewajiban menjadi warga Negara Indonesia. Sayangnya teman-temanku tidak
begitu tertarik kepada pelajarannya, jadi kami mengganti pelajaran ke IPA.
Karena aku digabung menjadi satu kelompok dengan Anja, jadi kami memisahkan
lagi menjadi 2 kelompok kecil di dalam satu kelompok besar. Aku memegang Juni
dan Nur yang sudah duduk di kelas 9 SMP, dan Anja mengajar Fatul, dan Tia.
Untungnya tema di bab yang sedang mereka pelajari adalah
tema yang seru untuk dibahas. Aku, Nur, dan Juni membahas tentang hewan-hewan
yang menghasilkan atau memiliki aliran listrik dalam/di tubuhnya. Mereka aku
minta untuk memilih 1 hewan penghasil listrik favorit mereka dari buku LKS IPA
yang sedang kami gunakan. Lalu aku minta mereka untuk membaca keterangan
tentang hewan pilihan dan menceritakan ulang apa yang telah mereka baca.
Juni memilih Hiu Martil sebagai hewan penghasil listrik
favoritnya. Sementara Nur memilih hewan yang bernama Echidna sebagai hewan
favoritnya. Sayang informasi yang tertera di LKS, begitu singkat dan tidak
lengkap. Sementara kami tidak punya akses internet untuk mencari tau lebih
dalam tentang hewan-hewan ini. Padahal akan sangat menyenangkan untuk belajar
dengan internet.
…
Setelah kami semua selesai dengan tugas dan kesibukan
masing-masing, kami semua diminta untuk berkumpul di tengah kelas, dan
melakukan evaluasi bersama dengan Kang Is. Awalnya, kami diajarkan untuk
membuka forum, supaya kami bisa terbiasa berbicara didepan orang yang banyak.
Akhirnya Dian yang membuka forum dengan elegannya. Sepertinya dia sudah biasa
berbicara didepan banyak mata.
Karena sudah seminggu kami disini, Kang Is ingin melakukan
refleksi mingguan. Kami semua diminta untuk merangkum dan mencatat kegiatan apa
saja yang telah kami lakukan bersama teman-teman sekelompok. Kang Is juga
memperbolehkan kami untuk diskusi bersama teman-teman sekelompok tentang
kegiatan kami masing-maisng.
Setelah semua sudah menyelesaikan rangkumannya, Kang Is
meminta 2 perwakilan dari setiap kelompok untuk maju ke depan dan
mempresentasikan kegiatan kami selama satu minggu ini. Sialnya aku dan Anja
adalah, kami masuk di kelompok pertama. Jadi otomatis, kelompok kami yang
dipanggil pertama. Aku bangun dari kursi kayu kecil yang aku duduki, dan
berjalan dengan pasrah ke depan kelas.
Kang Is sudah menaruh
kedua tangannya di atas keyboard milik laptopnya, ia kemudian mengangguk untuk
memberikan aku tanda untuk mulai bicara. Akhirnya aku mulai, dan menjelaskan
panjang lebar tentang aktivitas kami seminggu ini. Teman-teman juga ikut
menambahkan dari tempat duduk mereka masing-masing.
…
Setelah semua kelompok maju dan presentasi, Kang Is beranjak
dari kursi dan mulai mempersiapkan dirinya untuk memberi kami feedback. Ia
menjelaskan bahwa menurutnya, setiap kelompoknya belum memiliki
ikatan/chemistry yang begitu kuat. Dan dari apa yang kudapatkan dari penjelasan
dan feedback yang Kang Is berikan, adalah sepertinya Kang Is ingin kami hanya
memperkuat pertemanan di dalam kelompok masing-masing. Padahal menurutku, lebih
baik jika kami berbaur ke semua orang, walaupun beda kelompok sekalipun.
Dan mungkin juga karena beberapa teman di sana sudah nyaman
dengan kelompok mereka masing-masing, sehingga susah untuk berbaur dengan teman
baru. Walaupun begitu, sebenarnya kami semua mencoba cukup keras untuk bisa
dekat satu dengan lainnya. Memang baru seminggu juga kami disini, jadi mungkin
belum maksimal.
Lalu, ada beberapa hal yang disebut oleh Kang Is, supaya
kami kembangkan. Yang pertama, kerja sama. Mungkin Kang Is melihat kami masih
beraktivitas dan masih mementingkan kepentingan individu. Jadi masih kurang
kontribusi ke orang/lingkaran lain. Kemudian, yang kedua adalah komunikasi.
Contoh yang paling solid dan terlihat adalah kasus Alev yang minggat wkwk. Kang
Is sempat mengangkat permasalahan tersebut. Kemudian membuat kami merasa
bersalah. Yang ketiga ada 2, yaitu share dan care. Karena kalau kita sudah care
atau peduli, pasti dengan mudahnya kami bisa share atau membagikan apapun untuk
mereka yang kita pedulikan.
Gantian
Setelah refleksi, kami akhirnya membicarakan tentang tempat
untuk kami menginap berikutnya. Dikarenakan Alev dan Naufal belum kuat menginap
dan harus berjuang sendiri di rumah asing, Kang Is memutuskan untuk menggabung
mereka di rumah berikutnya. Supaya semua rumah masih bisa ditempatkan, aku dan
Anja berpisah diri. Anja akan pergi ke rumah Nia, dan aku akan menginap di
rumah Fatul. Sementara Alevko dan Naufal akan tinggal di rumah Rizal yang dekat
dengan rumah Nia. Kalo Kaysan, aku lupa sebenarnya.
Karena semua sudah kebagian rumah, kami turun ke warung
Biyung Rinten untuk membeli sembako yang akan kami beri kepada keluarga kami
nanti. Kami sempat berebut telur, karena kami kira stock telur di warung biyung
sudah mau habis, tapi ternyata biyung masih punya banyak telur.
Dan setelah semua sudah siap, kami menunggu giliran untuk
berangkat ke rumah masing-masing. Aku dan Anja diantar oleh Kang Is dan Mas
Indra menggunakan motor bebek. Malam itu kabut sedang sangat tebal, dan mampu
membuat rambutku basah diperjalanan.
Dari sekolah ke rumah Fatul, jalanannya nyusruk bukan main.
Kakiku benar-benar tidak bisa menahan badanku untuk tetap di ujung motor.
Akhirnya Mas Indra harus memajukan dirinya sampai sudah diujung jok. Ia
membantuku untuk mundur sedikit, namun bukannya ke belakang, aku malah makin
jatuh ke punggung Mas Indra.
Untung setelah cukup lama setelah kakiku menderita karena
menahan badanku, kami akhirnya sampai di rumah milik pak RW. Kami masuk dan
langsung disambut dengan Fatul dan ibu yang sedang menggendong anak ketiganya.
Ya, Fatul adalah anak dari ketua RW Desa Karanggondang. Dan tak pernah kusangka
akan tinggal di rumah ketua RW Desa Karanggondang.
Tidur aja mbak
Aku disuguh makan malam oleh ibu, malam itu. Camilan juga
tak henti-hentinya diberikan padaku. Sayangnya ibu dan bapak tidak begitu
talkative denganku. Sepertinya mereka sangat menganggapku sebagai ‘tamu’ yang
harus dihormati dan selalu disuguh dengan makanan-makanan. Padahal aku sangat
tidak ingin merepotkan ibu dan bapak.
Malam itu setelah makan dan membersihkan diri, aku mengajak
Fatul untuk menonton film yang aku download sebelum pergi ke Banyumas. Ada
beberapa film, namun yang Fatul pilih adalah sebuah film yang diproduksi oleh
Ghibli yang berjudul A Graveyard of Fireflies. Filmya memang berdurasi cukup
panjang, dan kami mulai nonton ketika sudah lumayan larut. Belum sampai tengah
film, kami sudah mengantuk, bahkan kepala kami sudah mengangguk-angguk tak
berdaya.
“Tul, kamu udah ngantuk belum? Mau dilanjutin besok aja
filmnya?” tanyaku yang sedikit kasian dengannya yang sepertinya sudah sangat
ngantuk. Dengan cepat kilat, Fatul langsung mengangguk, dan berbarik di
kasurnya. Sementara aku membereskan laptop milik sekolah yang kami pinjam. Aku
membawa flashdiskku ke kamar, dan langsung berbaring sampai sudah tidak dasar.
Merasakan apa yang mama rasakan dulu
Suara ketokan pintu depan membuat aku dan Fatul menghentikan
pembicaraan kami. Jam setengah enam, sudah ada yang mengetuk pintu? Yaampun
ternyata Anja dan Nia sudah menunggu kami di depan rumah dan sudah siap untuk
berangkat sekolah. Aku saja belum membereskan tasku, yang berantakan karena
semalam asal masukin baju ke dalam tas.
Akhirnya kami jalan ke sekolah di hari yang sangat pagi. Pengalaman
baru yang kualami saat itu adalah, menghampiri rumah teman-teman yang dekat
untuk berjalan bersana ke sekolah. Ada beberapa rumah yang kami samper, yang
pertama, rumahnya Tri yang
terletak sangat dekat dengan rumah Fatul, kemudian
kami menghampiri rumah Ratna yang berada di sebelah rumah Tri. Kemudian ada
beberapa rumah lagi yang kami datangi untuk mengajak berangkat bareng.
Aku langsung teringat cerita mama dulu ketika masih SD,
sebelum sekolah pasti selalu menghampiri rumah teman-temannya, supaya bisa berangkat
sekolah bersama. Dan justru itu yang membuat mama semangat sekolah. Sekarang aku
sangat bisa merasakan apa yang mama rasakan dulu ketika masih SD. Seru ya
ternyata..
Perjalanan dari rumah Fatul ke sekolah cukup jauh. Oh bukan
cukup, sangat jauh! Mungkin bisa mencapai 2 km kalau diukur. Dan masalahnya
jalanan di desa ini sangatlah tidak datar. Tanjakan dan turunan selalu kami
temukan dimana-mana. Benar-benar tidak ada jalanan datar untuk mengistirahatkan
kaki yang lelah menanjak.
Coba dulu aja
Setelah evaluasi kemarin, jujur aku sedikit bingung
bagaimana memulai kelas dengan cara yang baik. Jadi kami memutuskan untuk
memulai aktivitas dengan berdoa. Sedikit aneh memang untuk pertama kali, karena
biasanya kami langsung mulai saja tanpa memulai secara formal.
Hari ini karena aku tidak punya ide untuk mengajar, dan
sepertinya aku sedang mengalami homesick juga. Terakhir kali mengobrol dengan
mama & papa juga sudah hampir seminggu yang lalu. Biasanya setiap hari kami
berbincang, mulai hari hal yang sangat tidak penting, sampai ke obrolan yang
sangat serius. Pasti selalu saja ada hal-hal kecil yang mengingatkanku kepada
keluargaku, dan langsung membuatku ingin menangis. Untung aku bisa menahan air
mataku, supaya tidak menetes di depan orang-orang.
Karena tidak ada ide, hari ini aku putuskan untuk
membebaskan mereka dalam membuat puisi atau slogan tentang hal yang mereka sukai.
Karena Anja membawa spidol dengan berbagai warna, aku perbolehkan mereka untuk
menghias hasil puisi mereka sebanyak-banyaknya. Walaupun awalnya mereka bingung
harus menulis apa, tapi setelah aku beri contoh, akhirnya mereka mulai mengalir
dalam penulisan puisinya.
Juni menulis slogan tentang Elang Jawa, karena memang top 1
hal yang paling ia minati adalah burung. Kemudian Nur menuliskan puisi indah
tentang Telaga Kumpe. Tia menuliskan puisi juga tentang cita-cita serta
mimpinya. Dan Fatul, menuliskan puisi tentang sekolah yang ia cintai.
Semua tulisan mereka ini sangat beragam dan unik, apalagi ditambah dengan hiasan-hiasan yang mereka gambar di setiap suduk kertasnya. Awalnya, mereka sedikit malu-malu untuk meminjam spidolnya Anja, namun ketika aku keluarkan semua spidolnya, mereka langsung terlihat sangat semangat dan seolah-olah ingin mencoba semua warna dari spidol milik Anja itu.
OH NO LUPA BAWA BAJU!
“mbak bisa ngetik 10 jari?” tanya Tia, anak yang selalu
ingin tahu itu, kepada Anja yang sedang berbincang denganku di lantai. Terus
terang, aku sedikit terkejut karena inilah kali pertama mereka bertanya kepada
kami. Dengan cepat kilat, Anja bangun dan bergegas menghampiri laptop untuk
latihan mengetik dengan 10 jari dengan baik dan benar.
Dengan sabar, Anja melatih jari-jari Tia supaya terbiasa
mengetik dengan posisi ini. Sayangnya Tia sangat cepat bosan dengan apa yang
dilakukannya, jadi dia menyerah ditengah latihan. Tapi, ternyata selama Tia
berlatih mengetik, ada banyak teman-temannya yang berkumpul yang memperhatikan
Anja dan Tia. Aku menawarkan mereka apakah juga mau mencoba, menyenangkannya,
mereka semua mengangguk kepalanya dengan semangat.
Terjadilah, sore itu kami berlatih mengetik dengan 10 jari
sampai mampu. Sementara yang perempuan berlatih mengetik, para laki-laki malah
menonton film Avengers: End Game di seberang. Lucunya, mereka hanya
mengulang/menonton part final battle di akhir film. Sepertinya part itu adalah
part favorit mereka, tidak bosan-bosannya mereka mengulang part tersebut.
Bahkan Alevko dan Kaysan yang baru seminggu disini sudah merasa bosan dengan
bagian itu.
Tak terasa sudah pukul 14.00 sekarang, waktunya pulang dan
kembali “belajar di rumah”. Kami sudah sangat semangat untuk bergegas pulang,
namun hujan merintikkan dirinya dengan sangat deras. Kami sempat ragu untuk
melanjutkan perjalanan, tapi kami harus pulang bukan? Teman-teman Pakis malah
bertambah semangat ketika hujan turun semakin deras, karena sepertinya sudah
lama setelah hujan terakhir.
Fatul membuka payung yang dibawanya dari rumah, kemudian
mendekatkan payungnya itu padaku. Celana panjangnya juga sudah digulung sampai
lutut. Aku kemudian menggunakan jas hujanku, dan mencoba menggulung celanaku
juga, namun celanaku tetap kembali memanjangkan dirinya. Ah yasudahlah, aku
akhirnya berjalan dengan celana panjang sampai mata kakiku.
Kami bersenang-senang siang itu, ada juga sekali-kali kami
menendang air dan juga dibalas oleh cipratan air. Perjalanan pulang kami itu
terasa licin namun seru, untung saja aku masih bisa mempertahankan kestabilan
badanku sehingga tidak membiarkan diriku jatuh ke air yang mengalir di sepanjang
jalanan beraspal ini. Sungguh siang yang tak akan pernah kulupakan.
Tiba-tiba saja jantungnku terasa seperti jatuh sedikit dari
dadaku. Aku merasa seperti sudah melupakan sesuatu. Aku bertanya-tanya kepada
diriku sendiri, namun aku masih belum bisa mendapatkan jawaban. Aku mulai
mencari clue dari barang-barang disekitarku. Kemudian aku melihat celana Anja
yang walaupun digulung, sekarang sudah basah itu.
“AH AKU LUPA BAWA CELANA GANTI” teriakku kepada Anja yang
sedang bermain-main dengan payungnya itu. Dia malah menertawakanku sambil
melihat celanaku yang sudah basah kuyup karena tidak bisa digulung. Aku merasa
sangat kecewa dengan diriku. Karena aku sudah membayangkan mie rebus hangat,
kemudian mengganti celanaku yang basah ini ke celana pendek yang nyaman, dan
berbincang dengan Fatul dikamar sambil menikmati the hangat. Semuanya tak akan
pernah terjadi karena kebodohan diriku ini.
Sepertinya Lia mendengar teriakanku tadi, dan memberitahunya
kepada Fatul. Tak lama setelah aku mengeluh karena kebodohanku ini, Fatul
mendekatiku dan menawarkan pinjaman celana milik ibunya. Karena ia hanya
memiliki rok-rok panjang dan ia tau aku tidak akan mau memakainya. Aku pastinya
menolak tawarannya itu, dan mulai membangunkan otakku untuk memberikan ide-ide
briliannya.
Ingin rasanya dipeluk mama & papa
Otakku sepertinya sudah lelah dengan diriku, ia tidak bisa
memuat ide-ide menarik. Mungkin sinyalnya lagi jelek ya. Ah andai saja ada
orangtuaku, aku akan langsung mendapatkan ide-ide kreatif milik papa dan
omelan-omelan yang panjang milik mama. Sesaat ketika aku mulai memikirkan papa
& mama, mataku mulai berair. Berpikirlah positif rat, mungkin matamu
terkena air hujan. Ya, not a big deal.
“Hik hik” isakku pelan saat mulai menurunkan payung yang
sedang kugunakan. Aku membiarkan tetesan hujan meneteskan dirinya di pipiku
supaya tangisanku dapat terlihat samar. Kalau hidung merah? Aku mengakalinya
dengan alasan sedang pilek karena hujan. Ratri, you’re a genius!
Tak lama kemudian kami sampai dirumah, Anja dan Nia masih
harus melanjutkan perjalanan yang sedikit jauh untuk sampai ke rumah. Aku harus
mulai berpikir jernih dan melupakan mama & papa untuk sejenak. Aku tidak
boleh menangis di depan ibu, takutnya nanti dikira tidak betah seperti Alevko
di rumah Heri waktu itu.
Ibu menyuruh kami untuk makan sebelum mandi, jadi kami
menurut. Ibu menyajikan makanan di meja makan, sementara aku dan Fatul bermain
dengan Ria adiknya. Ibu juga memberikan teh hangat supaya bisa menghangatkan
badan kami. Kami kemudian makan dengan lahap, karena memang sudah kelaparan.
…
Aku mengambil handuk dan baju ganti, kemudian masuk ke dalam
kamar mandi. Aku sudah tidak bisa menahan gejolak di dalam hatiku. Air mataku
langsung mengalir dengan derasnya, dadaku penuh dengan isakkan, dan pikiranku
hanya tertuju kepada keluargaku (dan sedikit kepada celana basahku ini). Kakiku
juga mulai lemah dan membuatku menjongkok sambil memeluk handuk serta baju
gantiku yang sekarang sudah ikutan basah. Aku menyalakan air supaya isakanku
tidak didengar oleh orang lain.
“Aku tidak marah, aku tidak menyesal mengikuti perjalanan
ini, aku tidak buru-buru mau pulang, aku hanya rindu” bisikku yang sedang berjongkok
sambil berpegangan kepada ember dengan air mengalir disebelahku. Andaikan mama
dan papa bisa mendengar ini, semoga mereka tidak mengkhawatirkanku.
Aku anak yang kuat kok, aku bisa kok, pikirku didalam hati.
Hingga akhirnya aku berdiri dan mulai menggunakan ide-ide kreatif yang biasa
papa usulkan. Aku memeras celanaku dengan sangat kuat, hingga tetesan air terakhir
keluar. Kemudian aku menjemur celanaku di bamboo yang tertelak didalam kamar
mandi. Kemudian aku memperlambat proses mandiku supaya celanaku punya sedikit
waktu lagi untuk mengeringkan dirinya. Setelah mandi, celanaku masih terasa
sedikit basah, jadi aku keringkan dengan handuk. Untung celanaku berbahan
quick-dry, jadi tak perlu memakan waktu yang sangat lama untuk mengeringkannya.
Terkunci di luar
"Ah mas yang ditengah!"
"Nggak, kan tadi angek yang mau ditengah"
"Ahhhh mamaaa, mas nakal!!"
Akhirnya aku yang mengalah dan duduk ditengah, supaya Lintang dan Langit bisa melihat jendela sendiri-sendiri. Sementara itu mama yang duduk didepan dan papa yang menyetir, sedang sibuk berdiskusi tentang politik yang sering kali aku timpali dengan ke-soktahu-an aku ini. Kami semua bersorak-sorak ketika papa nekat masih menjalankan mobil dengan gigi 2 di jalanan yang menanjak dan berbatu-batu. Adik-adik mengeluarkan setengah badan mereka dari jendela yang dilarang oleh mama, namun sangat disarankan oleh papa-
"nit-nit-nit" aku membuka mataku, dan melihat jam tangan yang sudah menunjukkan pukul 4.30 pagi. Waktunya untuk kembali beraktivitas. Mungkin karena kelelahan semalam, aku tidak berkegiatan lagi dan langsung tidur. Malam itu, Fatul tidur denganku di kamar yang sama. Seingatku, ketika aku sudah mau tertidur, Fatul masih asyik dengan handphonenya. Maka ketika aku sudah bangun, ia masih tertidur pulas.
...
Seperti hari-hari biasanya, kami disamper oleh Anja dan Nia pada pukul 5.30 pagi. Kemudian, kami menghampiri rumah-rumah teman yang lain dan akhirnya berangkat ke sekolah sambil mengobrol di perjalanan yang menanjak dan menurun ini.
Wah ternyata Kaysan sudah sampai sekolah bersama Bagas dan Resa yang sedang bermain tennis meja. Kami yang masih kelelahan, langsung melempar tubuh kami ke kursi yang tersedia di kelas. Aku kembali tertidur karena masih ngantuk, sementara Anja dan Kaysan sedang menunggu pembawa kunci kantor.
Pagi itu mereka sangat butuh ke toilet, namun toilet dengan pintu yang benar-benar aman hanyalah toilet yang terletak didalam kantor. Toilet lain memang memiliki pintu, tapi pintunya tersebut tidak bisa dikunci bahkan ada yang pintunya harus diangkat terlebih dahulu untuk menutup biliknya.
Kami semua mengira bahwa kunci kantor sudah dibawa oleh Naufal. Lho ternyata ketika Naufal sampai sekolah, ia bilang kuncinya sudah dikembalikan kepada Kang Is. Anja dan Kaysan kembali galau setelah sempat lega melihat Naufal.
Yaudah, maunya gimana?
Siang itu kami semua mendapatkan vibe yang sama, yaitu tidak ingin belajar di kelas. Maka dari itu, aku, Naufal, dan Alev memutuskan untuk mengajak teman-teman ke lapangan dan belajar gerakan-gerakan dasar di Taekwondo.
Ternyata yang terkumpul di kelas hanyalah anak-anak yang perempuan, entah kemana perginya para laki-laki, siang itu. Dan tidak sedikit dari mereka yang menggunakan rok. Yasudahlah kita coba dulu, pikirku yang mulai ragu apakah mereka bisa menendang target menggunakan rok panjang seperti itu.
...
Lapangan terasa sangat panas hari itu, memang mentari sedang menyinar sangat terik diatas kami. Untungnya kami memilih waktu yang tepat. Belum terlalu siang, dan sudah tidak mendung seperti pagi tadi.
Sesampainya di lapangan, para perempuan itu malah berteduh dibawah pepohonan yang sedikit rimbuh di pojok lapangan. Alevko sudah terlihat pesimis, begitu pula diriku, namun paling tidak kita mencoba terlebih dahulu.
Aku mulai memanggil nama mereka satu - persatu, dan mereka mulai datang mendekati kami yang berada ditengah lapangan. Aku merasa sangat tidak nyaman dengan 'vibe' yang diberikan oleh teman-teman pakis saat itu. Mereka selalu menyetujui ajakan-ajakan belajar dari kami, tapi mereka selalu menampakkan raut wajah yang tidak enak dilihat. Sehingga kami berfikir dan berasumsi, mungkin mereka tidak tertarik dengan hal yang kami ajarkan.
Kali ini, aku mencoba untuk menarik mereka supaya menyukai Taekwondo. Alev menyuruhku memimpin pemanasan yang biasa kami lakukan kalau mau latihan Taekwondo. Teman-teman mengikuti dengan baik, masalahnya hanya satu. Mereka menggunakan rok panjang yang membuat dirinya susah bergerak. Maka dari itu aku meminimalkan gerakan pemanasan, supaya mereka dapat mengikuti dengan baik.
Kemudian, aku meminta Alevko untuk menunjukkan tendangan-tendangan basic yang akan ditiru oleh yang lain. Sayangnya Alev merasa tidak nyaman jika ada yang menontonnya saat menendang target yang sudah kupegang. Akhirnya aku yang mencontohkan beberapa tendangan basic. Naufal terkadang memberikan usulan tendangan yang selalu saja dijawab dengan gelengan kepala oleh Alevko. "Gak bisa lah, ap chagi dulu aja" jawaban Alev, ketika Naufal memberikan usul.
OLEEEENG
"Lev, ide buruk ternyata" bisikku kepadanya saat melihat teman-teman sudah tidak enjoy menendang target. Ada yang izin, duduk dibawah pohon, ada yang semangat tapi pakai rok, jadi tidak bisa menendang. Akhirnya semua frustasi. Semua lelah dan kesal.
Aku tidak lagi mengusulkan apa-apa siang itu. "Oke, jadi kalian gak suka belajar Taekwondo, sekarang kalian mau apa? Karena ini belum jam pulang, kalian belum boleh pulang" tanyaku pada mereka. Dan seperti yang kita kira, mereka menjawab "terserah".
"Oke, kalau gitu kita balik ke kelas, trus ngerjain soal ya?" tanyaku, dan langsung dijawab oleh gelengan dan surakan tidak setuju. Kemudian Sis memberikan usul untuk ke Telaga dan mencoba perahu untuk pertama kalinya.
Wah ide bagus sih, akhirnya kami semua turun, walaupun ada yang sudah tidak bersemangat mengikuti aktivitas kami siang itu. Sepertinya mereka ingin ke kelas dan hanya menghabiskan waktu dengan mengobrol. Tapi kan kami ingin setiap waktu mereka bersama kami akan menjadi hal tak terlupakan.
...
Satu - persatu dari kami masuk ke dalam perahu dan mulai
mendayung. Dibagian belakang perahu ada Pak Kuswadi yang sedang mendayung
perahu kami supaya dapat jalan sesuai arah. Didepan perahu, ada Anja yang juga
sedang membawa dayungan untuk ‘membantu’ Pak Kuswadi sampai kelelahan hahah.
Sepertinya ini adalah kali pertamanya Anja mendayung perahu,
jadi kadang ia mendayung dengan sangat heboh. Dan kehebohannya tersebut membuat
kami ikutan panic dan ketakutan. Sementara kami khawatir dengan eksistensi
hidup kami, Anja malah tertawa-tawa dengan bahagia di depan kami sambil
mengayun-ayunkan dayung yang ia genggam tersebut.
Sejarah Telaga Kumpe
Sesaat ketika kami menyelesaikan perjalanan menyenangkan
menggunakan kapal, aku merasa ingin tahu sejarah tentang Telaga Kumpe ini. Akhirnya
aku memberanikan diri untuk bertanya kepada Pak Kuswadi tentang keingintahuanku
ini. Dan dengan kebiasaan wawancara yang sudah dilatih dari beberapa tahun yang
lalu, aku membuka pembicaraan.
“Wah saya sudah lama sekali menjaga Telaga ini, dek”
jelasnya dengan antusias. Kemudian beliau mulai menjelaskan dengan panjang
tentang sejarang Telaga Kumpe legendaris ini.
Pak Kuswadi telah menjaga Telaga Kumpe selama 10 tahun
sekarang. Katanya dulu, telaganya belum sebagus ini. Telaga Kumpe sudah ada
sejak sangat lama, namun ditumbuhi dan dipenuhi oleh tumbuhan kumpe yang
berkembang biak dengan pesat. Lalu sekitar 3 tahun yang lalu, akhirnya para
penduduk setempat sepakat untuk bekerja sama dan merapihkan Telaga Kumpe supaya
bisa dijadikan tempat wisata yang dikelola oleh penduduk Desa Pesawahan.
Akhirnya berkat penduduk-penduduk yang telah merapihkan dan
membersihkan telaga, peresmian pun diadakan pada tanggal 1 awal tahun 2019.
Sekarang, Telaga Kumpe telah menjadi salah satu destinasi wisata yang banyak
dikunjungi oleh para wisatawan. Biaya untuk berkunjung juga sangat terjangkau.
Untuk masuk ke area wisata, cukup bayar Rp 5.000. Sementara untuk mengelilingi telaga
menggunakan perahu, hanya bayar Rp 5.000 sudah bisa sepuasnya menjelajah Telaga
Kumpe.
Komentar
Posting Komentar