Langsung ke konten utama

MULAI TERJUN KE JURANG - ONE MONTH FULL OF ADVENTURE PART 2

The First Morning
"besok pagi Kang Is ajak jalan-jalan keliling desa ya" ucap Kang Is malam kemarin yang menghantuiku pagi ini. Aku merasa sangat bersalah karena aku dan teman-teman terlambat bangun, dan membuat kami tidak jadi keliling desa.

Pagi ini ketika aku keluar dari sleeping bag, hawa dingin dari desa pesawahan itu langsung menusuk tubuhku sampai ke tulang. Wahhh benar- benar dingin, sampai mampu membuatku menggigil serta merinding.

Hal pertama yang aku & Anja lakukan Hari itu adalah segera bergegas ke kamar mandi. Karena di dalam kantor hanya tersedia satu bilik toilet, kami tidak jarang berebut kamar mandi.

Awalnya aku berencana untuk mandi, karena aura rajin masih melekat pada diriku. Tapi sesaat ketika aku menyentuk airnya, aku langsung mengurungkan niat untuk mandi. Sudahlah aku cuci muka dan gosok gigi saja, yang penting deodorant selalu terpakai hahah.

Berdiskusi Di Dekat Hutan
Sebelum kami beranjak dari kantor untuk masuk ke kelas, Kang Is ngebrief kami sebentar. Jadi jadwal hari ini adalah berdiskusi tentang jadwal menginap, pembagian kelompok, dan persetujuan jadwal jam aktivitas.

Dan ternyata aku salah, kami tidak berdiskusi di kelas, melainkan di gubuk literasi yang terletak di dekat Telaga Kumpe yang terbentang dengan indah. Tak lupa menambahkan, di belakang gubuk ini juga terdapat hutan yang biasa digunakan untuk pengamatan burung. Indah ya?

Setelah semua terkumpul, forum untuk berdiskusi akhirnya dibuka oleh Kang Is. Dan sepertinya Kang Is sering membuat forum untuk berdiskusi bersama teman-teman Pakis. Jadi teman-teman tahu sekali cara merespon pembukaan dari Kang Is.

Hal pertama yang kami diskusikan adalah tentang pembagian kelompok. Karena yang berangkat dari Jakarta hanya 5 orang, itu pun cuma aku dan Anja yang perempuan, jadi kami hanya dibagi menjadi 4 kelompok.

Kelompok 1 adalah kelompokku bersama Anja, kelompok 2 adalah kelompok Alevko, kelompok 3 adalah kelompok Naufal, dan kelompok terakhir adalah kelompoknya Kaysan. Di setiap kelompok, terdapat 5 - 6 teman-teman pakis.

Kelompokku terdiri dari: Juni (16), Tia (14), Nur (14), Fatul (13), Radit (12), aku, dan Anja. Jadi di setiap kelompok tidak semuanya kelas 7, 8, ataupun 9. Ini yang membuatku nyaman dengan pembagian kelompoknya. Jadi kami bisa mengenal semua dari angkatan yang berbeda-beda.

Nah untuk soal live in, kami akan menginap di rumah teman-teman satu kelompok. Jadi selama sebulan, kami menginap di 5 rumah yang berbeda.

Jadwal live in:
Rumah Nur: Kamis, 10 Okt - Sabtu 12 Okt
Rumah Fatul: Minggu, 13 Okt - Selasa, 15 Okt
Rumah Tia: Rabu, 16 Okt - Jumat, 18 Okt
Mts Pakis: Sabtu, 19 Okt - Minggu, 20 Okt
Rumah Radit: Senin, 21 Okt - Rabu, 23 Okt
Rumah Juni: Kamis, 24 Okt - Sabtu, 26 Okt

Hari ini kami juga bersepakat untuk memulai aktivitas belajar - mengajar pada pukul 8 pagi. Walaupun kami akan menunggu teman-teman yang datangnya telat, karena ada beberapa yang tinggal sangat berjauhan dari sekolah.

Hari itu kami juga diberitahu yel-yel yang selalu mereka pakai. Jadi kalau Kang Is bersorak "MADRASAH PAKIS" kami akan menjawab "LAKUNE NYONG, RIKA, PADHA" sementara itu kalau Kang Is bersorak "MADRASAH PAKIS" untuk kedua kalinya, kami akan menjawab "MENGINSPIRASI, MENGEDUKASI, MENJELAJAH NEGERI".

Buatku, slogan-slogan yang Kang Is buat ini sangatlah menarik. Biarkan aku menjelaskan arti dari slogan-slogan ini. "Lakune nyong, rika, padha" artinya adalah berjalan bersama-sama dalam Bahasa jawa. Laku (melaku) artinya adalah berjalan, nyong artinya aku, rika artinya kamu, dan padha artinya kalian. Jadi kalau dipersingkat artinya adalah murid-murid yang belajar di Mts Pakis akan selalu berjalan bersama.

Nah kalau "menginspirasi, mengedukasi, menjelajah negeri" memiliki arti yang simple sebetulnya. Jadi murid-murid pakis harus bisa menginspirasi banyak orang, membagikan edukasi untuk banyak orang, dan dapat menjelajah negeri untuk mendapatkan wawasan yang banyak dari dunia luar. Menarik ya?

Oh ya, ada juga yang membuatku salut dan tertarik kepada teman-teman pakis adalah pedoman yang Kang Is berikan kepada mereka. Pedomannya adalah semua anak Pakis harus mau dan mampu menjadi pemimpin. Dan semua pemimpin harus bisa menjadi petani, sementara semua petani harus bisa menjadi pemikir. Buatku, ini adalah pedoman yang sangat brilian. Benar-benar menginspirasi.

"Hah Kalian Biasa Belajar Disini? Wow!"
Setelah kami diskusi, waktunya jalan-jalan sambil mencoba mengenali satu sama lain lebih baik. Awalnya, kami berjalan ke Telaga Kumpe melalui jalur belakang yang cukup menyenangkan. Aku kira, kami akan ngobrol-ngobrol di pinggir telaga, namun aku salah. Teman-teman yang didepan masih terus jalan, dan menuju ke jalanan berbatu yang sedikit menanjak.

Beberapa langkah dari jalan berbatu tadi, akhirnya kami melihat ada lapangan luas yang terlihat sangat hijau. Dan untuk menambah kecantikannya, terdapat beberapa pohon cemara yang mengelilingi lapangan tersebut. Betul-betul indah! 





Eh ternyata kami juga belum berhenti disitu, kami diajak untuk jalan lebih dalam sedikit untuk berada di puncak bukit. Udara diatas benar-benar sejuk dan segar. Jarang sekali bisa mendapatkan udara sesegar ini di Jakarta yang selalu sibuk dan selalu banyak kendaraan yang menyebabkan polusi udara.

"Kalian sering kesini?" tanyaku kepada Tia, teman sekelompokku. Tia bilang biasanya malah suka berkegiatan disini sambil pengamatan burung. Waahhhh asik banget, aku jadi semakin antusias untuk belajar bersama mereka. 





Diatas kami hanya berbincang-bincang tentang latar belakang keluarga kami, hobi, dan obrolan-obrolan seru lainnya. Di kelompok kami, yang paling cerewet adalah Tia, anak kelas 8 tetapi tingginya melebihi Anja yang menurutku sudah cukup tinggi (ya aku pendek). Sementara itu yang lainnya masih malu-malu dan tak banyak menimbrung, walaupun sudah kucoba tarik ke dalam pembicaraan, tetap saja mereka hanya diam dan senyam-senyum dengan malu. Aku memaklumkan sifat malu-malunya mereka sih, karena toh ini masih hari ke-2 kami sama-sama kenal.

"Kayaknya sih yang ini bisa dimakan juga"
Sore itu ketika semua anak sudah pulang, aku dan teman-teman oase diajak jalan-jalan ke belakang sekolah supaya bisa kenal lingkungan yang sedang kami tinggali. Tanpa berfikir panjang, aku langsung menyiapkan kameraku dan beranjak pergi keluar dari kamar.

"Oh ada Juni juga?" tanyaku yang sebetulnya sudah tau jawabannya. Juni melihatku dan mengangguk dengan ramah. Juni ini adalah anak yang pemalu juga, walaupun bisa diajak becanda. Ia berbadan tinggi dan kurus, Ia memiliki rambut ikal yang selalu dipotong pendek olehnya. Mengamati burung, itulah hobinya. Ya mirip dengan Kaysan deh, jadi mereka kalo ngobrol bisa lama banget.

Akhirnya jam 15.30 sore, kami mulai naik ke kebun belakang. Di sepanjang perjalanan, aku mengamati ada satu jenis tanaman yang selalu kami temukan. Tanaman ini tidak terlalu tinggi, memiliki daun yang panjang berwarna hijau kekuning-kuningan. Ternyata tanaman itu adalah tanaman kapulaga. Seperti yang sudah kujelaskan di part-1, orang-orang di desa ini pasti menanam tanaman kapulaga. Makanya banyak sekali populasi tanaman ini.

Kang Is menunjukkan arah untuk menuju ke tempat yang biasa ia gunakan untuk mengamati burung. Luar biasanya, di tempat favorite Kang Is ini, kami bisa melihat desa Karanggondang dengan sangat jelas. Kang Is menjelaskan beberapa tempat yang terletak disana. Seperti SD semua anak desa Pesawahan & Karanggondang, lalu rumahnya Nia yang terletak sangaaat jauh dari sekolah, lalu lapangan, dan banyak tempat menarik lainnya.


Tak lama setelah kami mengamati Desa Karanggondang, kami turun dan mulai melakukan hal-hal konyol yang sebenarnya mencelakai kami (stay tuned). Alev mulai bertanya ke Kang Is apakah bunga yang menurutnya menarik ini bisa dimakan atau tidak. Anehnya Kang Is hanya tertawa-tawa dan tidak mencegah Alev untuk memakannya. Oleh Karena itu aku berfikir mungkin memang tidak apa-apa untuk dikonsumsi.

Jadi dari bunga itu, kami mulai kalap mencoba semua daun dan bunga yang kami temui. Ada beberapa daun yang pahit, tapi lainnya hanya punya rasa 'daun'.

Khitanan yang berkesan
Selesai dari jalan-jalan, aku dan Anja berbincang-bincang cukup lama dengan Kang Is. Kang Is bercerita bahwa ia pernah berjalan dari Purwokerto - Jakarta. Ya, berjalan kaki! Kami benar-benar terkesan saat mendengar ceritanya Kang Is.

Selesai mendengar ceritanya Kang Is, aku jadi punya ide untuk berjalan dari Bekasi ke Solo. Tujuannya? Hmm,, biar seru aja, mecoba hal baru hahahah.

Malam harinya, setelah kami mendengar cerita tadi, kami diberitahu oleh Kang Is bahwa sedang ada anak yang sedang menyelenggarakan acara sunatan dibawah. Kami diminta untuk ikut berpartisipasi sekalian belajar adat di daerah itu.

Akhirnya setelah makan malam, kami turun ke bawah menggunakan baju rapih dan duduk dibawah tenda acara sambil menikmati udara dingin. Belum ada 15 menit kami duduk, aku sudah berasa ngantuk. Untung kami diberi snack yang ditaruh di dalam box kertas. Jadi lumayan ada camilan untuk membuat kami tetap tersadar.

1 jam berlalu, dan kami masih saja ada di acara itu. Walaupun sudah menggunakan sweater, udaranya masih bisa menembus dan menusuk tulangku. Kami ingin pulang, namun berasa sungkan dengan Kang Is yang masih asyik mendengarkan khotbah.

Malam itu, kami juga diberikan makan malam yang dipack di tempat makan yang terbuat dari styrofoam. Aku berusaha menolak, tapi segera dibetulkan oleh Kang Is, sehingga kami mau tidak mau menerima makanan dari styrofoam. Seketika aku langsung teringat kepada Kak Shanty. Maafkan aku kakak!

Tak lama setelah kami dibagikan makanan, kami akhirnya diperbolehkan untuk kembali duluan ke Mts untuk beristirahat supaya besok tidak telat.

Eh Yahh Telat Lageee

"Nit nit nit" suara alarm yang berbunyi dari jam tanganku. Aku berharap untuk melihat jam 5.00 di jam, namun yang menyapaku pagi itu adalah jam 6.47 yang sukses membuatku panik.

Hari ini adalah hari pertama kami mulai mempraktekan kegiatan belajar mengajar. Jadi kami harus siap sebelum jam 07.30, tapi kami baru bangun jam segini haduh!

Aku bergegas keluar, dan mendapatkan Kang Is yang masih tertidur di sofa depan dengan menggunakan sarung dan jaket. Aku juga sudah berniat untuk mandi karena belum mandi kemarin, tapi mengurungkan niatku lagi karena sepertinya air hari ini terasa sedikit lebih dingin (alasan). Jadi dengan cepat kilat, aku menggosok gigiku, menggosok mukaku, menggosok tangan serta kakiku, dan menggosok bak. Tidak, aku hanya bercanda, aku tidak mungkin serajin itu menggosok bak.

Ternyata diluar sudah ada teman-teman. Namanya Lia, ia datang sangat pagi, hari ini. Bocah itu memakai rok smp panjang, kaos abu-abu dengan lengan panjang dan jilbab yang warnanya sama dengan bajunya. Ketika aku sapa, ia hanya tersenyum-senyum dengan malu.

"Pencil itu cara bacanya pensel"
Kami tidak terlambat hari itu, untuk memulai pelajaran. Teman-teman memilih IPS sebagai pelajaran pertama. "Oke baiklah, coba kulihat bukunya" seruku dengan perasaan tenang. Whalahhh ini anak gak sekolah, disuruh ngajarin beginian, monmaap mana saya ngerti??? Akhirnya aku meminjam salah satu buku mereka dan mencoba memahami tema pembelajaran ini. Ohhh tidak begitu sulit ternyata. Jadi hari itu, kami hanya berdiskusi tentang tipe-tipe sosialisasi (or something like that, I'm still confuse till this day).

1 jam telah berlalu, waktunya untuk berganti pelajaran. Nah kalau pelajaran ini, aku bisa deh ngajarin. Coba tebak pelajaran apa. Yap, pelajaran bahasa Inggris! Kali ini kami tidak membuka buku. Karena sejujurnya buku itu tidak membantu kalau mereka saja masih tidak mengerti vocabulary dasar Bahasa Inggris. Jadi kami belajar beberapa kata favorite mereka dan belajar cara pengucapannya.


Ada satu kata yang entah mengapa sangat sulit untuk mereka ucapkan dalam Bahasa Inggris, yaitu pencil. Mereka selalu menyebut peynsil, pinsil, pensil, pinsel, dan berbagai pengucapan lainnya. Inilah hal yang membuatku semangat pagi itu. Akhirnya aku minta mereka untuk menulis cara pengucapannya di buku tulis masing-masing. Dan untungnya setelah selesai jam pelajaran Bahasa Inggris, mereka sudah bisa menyebut pencil dengan sebutan yang benar.

Ternyata seru juga kegiatan belajar mengajar kami. Teman-teman terlihat antusias, dan itu yang membuatku merasa semakin semangat untuk menemani mereka belajar.Tapi sayangnya mereka masih suka malu-malu untuk berpendapat. Padahal kan bisa dibilang kami seumuran dan cepat akrab dengan mereka. Karena itulah, aku bertekad untuk lebih sering berdiskusi dan meminta pendapat mereka. Soalnya sebenarnya opini mereka terhadap suatu hal itu sangat beragam dan menarik.


Melihat Awal Dari Mts Pakis
Siang dari hari ke-3 keberadaan kami di sana, Mas Roep (seseorang yang sudah dari lama menjadi relawan dari Mts Pakis) dan temannya mengajak kami untuk jalan-jalan. Karena kami sudah tidak ada kegiatan lagi dan teman-teman pakis sudah pulang, kami menerima ajakannya itu. 

Kami berjalan ke atas sebuah bukit yang tidak begitu tinggi, dan Mas Roep menjelaskan bahwa bukit ini adalah jalanan teman-teman Pakis untuk menuju rumah. Dan juga terdapat jalan terobosan yang sepertinya tidak banyak orang yang tahu. Jalan itu menjadi shortcut teman-teman dari jalan besar untuk menuju ke sekolah. Aku jadi tidak sabar untuk menginap dan merasakan berjalan kaki ke sekolah.

Setelah melewati bukit, kami ternyata diajak ke tepi Telaga Kumpe. Disana Mas Roep dan temannya terlihat sedang bernostalgia ria. "Oh mungkin dulu sering main disini?" pikirku didalam hati. Tapi sebelum ada yang bertanya, Mas Roep langsung menjelaskan bahwa tempat ini dulu adalah gubuk yang menjadi tempat belajarnya anak-anak Pakis tahun 2013 lalu. 

Sayangnya bangunan gubuk itu sudah lama digusur karena Telaga Kumpe mau dirapihkan. Tapi untuk pemerintah telah membangun dan menyediakan bangunan sekolah yang sampai sekarang masih digunakan. Bangunan ini diserahkan kepada Kang Is pada tahun 2014, dan semenjak bangunan sekolah ini berdiri, gubuk didekat Kumpe sudah jarang dipakai. Oh ya, gubuk yang sedang aku ceritakan ini berbeda ya dengan Gubuk Literasi tempat kami berdiskusi kemarin.

"Mah pegel nih, nelponnya harus sambil jinjit"
Sesuai jadwal, hari ini adalah hari dimana kami akan menginap di rumah pertama kami. Jadi tak lama setelah kami kembali dari jalan-jalan siang bersama Mas Roep, kami disuruh mendaki keatas bukit lagi untuk menelpon orangtua kami sebelum menginap ke rumah teman-teman.

Wah aku kangen juga sama mama & papa, jadi aku sangat bersemangat. Tapi aku sangat berusaha untuk tidak terlihat seperti anjing kecil yang sedang diajak main. Aku malu, soalnya teman-teman terlihat biasa saja, jadi aku ikutan pura-pura kalem deh hahahah.

Akhirnya setelah Kaysan menelpon Kak Shanty, mulailah beberapa orangtua kami menelpon satu-satu. Caranya cukup unik, jadi kami tinggal menunggu handphone untuk berdering, dan hanya menebak nomer siapa yang sedang menelpon. Jadi saat menunggu, rasanya selalu deg-degan karena tidak tahu kapan giliranku.

Setelah Naufal ditelfon oleh Kak Anne, cukup lama kami menunggu dan belum ada telpon masuk lagi. Kami berasumsi, mungkin sinyalnya kurang bagus ditempat Kaysan berdiri. Dan karena kami semua setuju dan berasumsi hal yang sama, Kaysan berpindah tempat dan agak jinjit-jinjit sedikit sambil mengulurkan tangannya ke langit. Aku geli sendiri melihat kami sedang mencari sinyal sampai susah payah seperti ini. Padahal biasanya di rumah, sambil tengkurep aja masih dapat 4G.

Setelah teman-teman menelpon, akhirnya hp yang Kaysan pegang berdering lagi. Ketika aku mengintip, terlihatlah nomer yang selalu kuhafal dari aku berumur 11 tahun. Itu nomernya papa!! Sayangnya tanganku kurang cepat merebut hp itu dari tangan Kaysan, jadi Kaysan yang mengangkat telpon itu.

Untungnya tidak lama setelah Kaysan berbasa-basi dengan mama, Ia langsung menyerahkan hpnya itu kepadaku. Mendengar suara mama yang terdengar seperti sedang senyum-senyum membuatku ingin menangis. Yaelah padahal baru 2 hari disini, udah kangen wkwk. Beberapa menit kemudian setelah berbincang-bincang, suara mama putus-putus. Teman-teman menyarankan untuk jinjit. Yah akhirnya disitulah aku dengan menelpon mama sambil jinjit-jinjit tidak karuan. 

Tak pernah kusangka, menelpon orangtua saja bisa menjadi workout untuk sehari. Dan ternyata jinjit-jinjit itu cukup melelahkan ya. Betisku jadi terlihat kekar sekarang. Terima kasih sinyal buruk.

Mari Berangkat!
"Wah udah sore nih, ayok kita balik. Belum beli sembako lho" ujar Anja setelah menelpon orangtuanya. Akhirnya kami turun dari bukit, dan langsung bersiap-siap membeli sembako. Kami membawa 1 karung beras, 1 tempat telur, dan juga tempat untuk minyak, supaya tidak banyak membuat sampah plastik.

Perkiraan harga sembako yang sudah kami hitung sebelum berangkat itu lumayan mahal. Eh tapi kok pas dibeli disini murah banget ya? Bahkan nggak nyampe Rp 100.000, senang sekali hatiku saat mengetahui harganya. Kan kalau lebih murah, berarti makin banyak sisa uang dari perjalanan ini yang bisa kugunakan untuk kebutuhanku nanti dirumah. Untung juga karena aku dan Anja berbagi rumah, kami membeli sembako 1/2 masing-masing. 

Warung yang menyediakan sembako terletak sangat dekat dengan sekolah, jadi kami tidak begitu merasa kelelahan setelah membawa 4kg beras, dan telur, serta minyak. Walaupun memang membuat tangan sedikit pegal.

"Bruum bruuumm" suara motor milik Kang Is dan Mas Roep yang sudah siap mengantar kami ke rumah inap kami masing-masing. Entah mengapa, jantungku terasa jatuh sedikit saat mendengar suara mesin itu. Padahal tadi aku sudah tidak sabar untuk memulai live in. Beginilah perasaanku yang labil.

Akhirnya kami berangkat pada jam 18.45. Perjalanan menuju rumah Nur, cukup mencekam. Turunan yang sangat nyusruk membuatku melorot sampai sepertinya mengganggu Kang Is yang sedang fokus menyetir. Aku benar-benar tidak bisa menahan badanku. Kebayang kan seberapa curam turunannya?

Dan setelah 10 menit perjalanan, kami akhirnya sampai ke rumah yang berada tepat disebelah mushola. ya, itu adalah rumahnya Nur yang akan aku inapi selama 3 hari. Setelah kulonuwun, kami diperbolehkan masuk oleh seorang ibu yang cukup tinggi dan ramah. Kami juga disapa oleh anak kecil dengan badan yang gembul. Oh ternyata itu adalah ibu dan adiknya Nur. 

Kami dipersilahkan duduk, dan dijamu oleh air putih hangat dan beberapa snek yang disajikan di dalam toples. Kang Is meminta izin kepada ibunya Nur, untuk memperbolehkan kami menginap disini selama 3 hari, dan belajar kebudayaan di desa ini. Dengan sangat ramah dan sopan, ibunya Nur memperbolehkan kami untuk menginap disana. Dan tak lama setelah itu, Kang Is akhirnya pamit dan langsung pergi meninggalkan kami sendiri bersama ibunya nur.



Aduh aku udah ngantuk, tapi kok ibu masih seger??
Setelah Kang Is pamit tadi, kami masih meneruskan perbincangan kami. Ibunya Nur ini adalah seseorang yang pintar menurutku. Ia berwawasan luas dan sifat ingin tahunya sangat besar. Makanya itu, aku langsung dekat dekannya. 

Sepertinya ada 1 jam kami duduk di ruang tamu berbincang-bincang tentang program kami, tentang desa ini, tentang keluarga, dan banyak lagi. Jadi ternyata di Desa Karanggondang ini semuanya adalah saudara. Entah saudara jauh atau dekat, tapi semuanya masih termasuk satu kerabat.

Dan setelah lewat jam 21.00, kami izin untuk masuk ke kamar dan beristirahat. Namun dengan khas orang jawa, ibunya Nur memaksa kami untuk keluar dan memasak mie, karena kami belum makan malam. Hwe hancurlah dietku, tapi ya bagaimana, kami tidak mempu menolak ajakannya itu. Jadi kami memasak mie malam-malam di dapurnya Nur.

Mau tau kelanjutannya? Bagaimana keseruan kami tinggal dirumah Nur, belajar banyak sekali hal baru disana? Tunggu tulisanku setelah ini ya!

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kemping Ceria Pramuka H1

"Eh tadi senter udah kan pah? Duh batrenya kayaknya sih udah aku masukin. AAAAK udah lengkap semua belom yaaaa????" Teriakan-teriakan di pagi itu menjadi alarm untuk tetangga-tetanggaku. Duh, aku jadi merasa bersalah. Pagi itu aku sangat khawatir karena takut ada barangku yang tertinggal. Tapi papa selalu menenangkanku dan bilang, "udah dicek belum listnya? udah lengkap semua kan? yaudah." Tapi tetap saja aku masih gelisah, heheheh. Akhirnya setelah semua lengkap, kami berangkat pada jam 07.56, dari rumah. Tapi di tengah perjalanan, papa mengingatkan lagi, dan ternyata aku lupa memasukkan tongkat pramuka ku kedalam mobil!!! Papa langsung banting stir, dan ngebut untuk sampai kerumah lagi. aku turun mobil, memanjat pagar, dan langsung mengambil tongkat pramuka sambil lari secepat mungkin, alhasil aku sempat terjatuh. Haduh, memang aku adalah anak yang sangat teledor. Setengah jam kemudian, akhirnya aku sampai di titik kumpul. Semuanya sudah berkumpul dan sudah ...

Perjalanan Dimulai (OasEksplorasi Day-1)

Alarm di ponselku sudah berbunyi berkali-kali, dan ketika aku tersadar, TERNYATA SUDAH JAM 3.30 PAGI!!! Seharusnya aku bangun jam 3.00 pagi ini, jadi aku langsung lompat dari ranjang, dan dengan buru-buru aku mengambil handuk yang tergantung di jemuran. Di dalam kamar mandi, kehebohan pun terjadi. Aku memakai sampo sebagai sabun cuci muka, memakai sabun mandi sebagai odol, dan hampir terpeleset karena buru-buru. Untung, malam sebelumnya aku sudah menyiapkan baju yang akan kupakai saat eksplorasi, jadi aku tinggal memakai baju di atas ranjang. Aku memasukkan carrier dengan berat 8 kg itu, ke dalam mobilku yang sudah di panaskan oleh papa. Akhirnya jam 04.00, aku berangkat ke St. Kranji dan sampai jam 04.30. Saat aku sampai, aku bertemu Kak Lini, Yla, Vyel, dan Abel. Dan berngkat ke St. Jakarta Kota bersama. Perjalanan dari Kranji sampai Jakarta Kota berjalan sangat lancar, karena kereta yang kami naiki tidak begitu ramai. Selama 1 jam berjalan menggunakan kereta, kami akhirny...

Wihiiiiii, Bermain Di Kepulauan Seribu!! (OasEksplorasi Day-2)

“Duh panas banget sih?!” pikirku yang masih   tergeletak di ranjang dengan baju yang basah kuyup terkena keringat. Walaupun ada AC di kamar, tapi sepertinya AC tersebut membuat kamar malah tambah panas. Saat kulihat jam tanganku, ternyata baru jam 2 pagi! Ugh, malam masih panjang, dan aku tidak bisa tidur karena panas yang sangat menusuk. Akhirnya, aku mengambil buku ku, dan mengipasi diriku sampai aku tertidur lagi. Aku terbangun lagi jam 05.00 pagi, dan langsung memukul pelan punggung Syifa dan Tata. Ya, untungnya mereka bangun cepat, jadi aku merasa lebih tenang karena tidak ada PR membangunkan orang yang susah dibangunkan. Pagi itu, kami langsung mengambil bolpen dan buku, sehingga dapat langsung menyelesaikan jurnal yang kemarin belum selesai. “Toktoktok” suara itu terdengan dari pintu kamar kami. “Syifa, Tata, sarapan dulu” suara Ibu masuk dari depan pintu kamar. Memang, Ibu tidak pernah sekalipun memanggil namaku :( . Ibu membelikan kami sarapan nasi uduk dan ...